Kamis, 10 Februari 2011

Menata Ulang Sistem Pendidikan Nasional

Menata ulang sistem pendidikan nasional pasca pembatalan Undang- Undang Badan
Hukum Pendidikan (UU BHP) Tahun 2009 perlu dilakukan untuk menjamin pelaksanaan
pendidikan nasional yang berkelanjutan.

Hal ini merupakan implikasi logis dari pembatalan UU BHP oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) pada 31 Maret 2010. Sudah sepatutnya ada penyesuaian-
penyesuaian ulang yang sesuai dengan kebutuhan terkini. Terlebih mengenai
pemberian otonomi yang seluas-luasnya dalam tubuh pendidikan nasional seperti
yang disyaratkan oleh UU No 20/2003 tentang Sisdiknas serta selaras atau tidak
bertentangan dengan UUD 1945. Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Muhammad
Nuh,Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), di harian Seputar Indonesia (11/4).

Beliau mengatakan pembatalan UU BHP oleh MK akan ditindaklanjuti dengan membuat
peraturan pemerintah (PP). Dalam pernyataannya Mendiknas juga menegaskan,
pendidikan yang bagus memang harus otonom,mulai dari sisi akademis, keuangan
hingga tenaganya.Untuk itu menurutnya ada empat pilar untuk mengelola perguruan
tinggi negeri maupun swasta, yaitu otonomi, akuntabilitas, transparansi, dan
efisiensi. Menanggapi pernyataan Mendiknas tersebut,sebetulnya konsep itu dengan
gamblang telah dirumuskan pada UU BHP yang telah dibatalkan.

Pada prinsipnya konsep otonomi harus diakui masih tetap sebagai salah satu
strategi jitu dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam tubuh sistem
pendidikan nasional kita. Ini berkorelasi langsung pada kondisi masyarakat
Indonesia yang majemuk dengan berbagai kekhasan dan kemampuan yang
berbeda.Pemikiran tersebut juga erat kaitannya terhadap tugas konstitusional
negara, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mempercepat penuntasan angka
kemiskinan,penciptaan lapangan kerja, serta mendorong peningkatan daya saing
bangsa yang bertumpu pada pendidikan nasional yang majemuk.

Mutu pendidikan nasional merupakan syarat mutlak dalam mewujudkan peningkatan
daya saing bangsa. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan akuntabilitas dan
transparansi demi menumbuhkan kepercayaan masyarakat luas terhadap lembaga
penyelenggara pendidikan. Keduanya tecermin pada sistem manajemen lembaga
pendidikan yang bersangkutan yang dikelola secara efektif dan efisien. Prinsip
inilah yang dilaksanakan pada sistem manajemen modern. Pelaksanaan manajemen
modern membutuhkan otonomi dalam pengimplementasiannya.

Tujuannya agar mencapai target yang ditetapkan, yang bergantung dan disesuaikan
dengan keadaan atau kemampuan tiap penyelenggara pendidikan. Secara implisit
prinsip ini merupakan penjelmaan dari tuntutan akuntabilitas yang mutlak ada
pada pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dalam pengertian lebih luas
juga merupakan penjelmaan akuntabilitas lembaga pendidikan yang bersangkutan
kepada stakeholders yang menuntut mutu pada setiap prosesnya. Selama ini
terdapat untaian mata rantai yang tidak terputus dalam pengimplementasian
manajemen modern.

Dibutuhkan kerja sama yang solid antarlembaga baik swasta maupun pemerintah.
Karena kemandulan salah satu bidang akan berpengaruh langsung dalam pencapaian
target yang sudah ditetapkan. Pada akhirnya akan memengaruhi mutu pelayanan
pendidikan itu sendiri. Untuk itu, perlu ada regulasi yang tegas dalam setiap
pengimplementasiannya. Regulasi itu akan menjadi sandaran legal formal dalam
merumuskan setiap kebijakan pendidikan yang dirumuskan serta sasaran-sasaran
yang dicapai pada penyelenggara pendidikan yang bersangkutan.

Diharapkan juga akan sesuai dan selaras dengan kebijakan yang ditetapkan dalam
sistem pendidikan nasional. Perlu ditegaskan,ketidakpastian kebijakan dalam
tubuh sistem pendidikan nasional akan sangat berdampak luas dalam setiap
penyelenggaraan pendidikan nasional. Itu juga akan berdampak langsung pada
pencapaian mutu pelayanan pendidikan nasional yang dikehendaki.

Oleh karenanya tidak mungkin mutu akan tercapai sebagaimana yang diinginkan bila
tidak ada kejelasan sistem dan konsep dalam pelaksanaannya. Peningkatan daya
saing bangsa hanya mungkin dapat dicapai melalui penjaminan peningkatan mutu
pelayanan pendidikan.Mutu pelayanan pendidikan dibangun dari kejelasan sistem
dan konsep yang bersumber dari kebijakan di bidang pendidikan nasional, kemudian
diimplementasikan dalam program-program jangka pendek dan panjang yang mengacu
pada visi dan misi pendidikan nasional.

Sistem dan konsep tersebut secara intern disesuaikan pada setiap lembaga
penyelenggara satuan pendidikan nasional dan sesuai dengan kemampuan atau ciri
khas masing-masing.Dalam konteks pemikiran demikian inilah dibutuhkan pemberian
otonomi yang seluas-luasnya pada setiap lembaga penyelenggara atau satuan
pendidikan nasional yang berangkutan.

*** Sejalan dengan kebijakan umum jangka panjang pemerintah–– dalam
kaitannya dengan peran pemerintah di dunia internasional––,
paradigma baru yang dibangun adalah perlu meningkatkan daya saing bangsa guna
memenangi persaingan global. Untuk mencapainya ada beberapa hal penting yang
perlu dipertegas terlebih dahulu, khususnya dalam rencana pembentukan peraturan
pemerintah (PP) sebagaimana yang diutarakan Mendiknas di atas.

Pertama,apakah mutu pelayanan pendidikan yang dikehendaki merupakan mutu total?
Sebab, pelaksanaan mutu total secara tersirat mencerminkan pemikiran kapitalis
yang semakin memarginalkan masyarakat ekonomi lemah. Hal ini penting ditegaskan
terlebih dahulu mengingat sebagian besar masyarakat mengidentikkan mutu
pelayanan pendidikan nasional sama dengan biaya pendidikan mahal. Kedua, bila
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang dikehendaki dibangun atas dasar
paradigma berpikir demi meningkatkan daya saing bangsa, perlu ditegaskan konsep
pendidikan yang dianggap relevan untuk itu.

Ketiga, secara prinsip konsep pemberian otonomi merupakan pilihan tepat dalam
rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Namun yang jadi pertanyaannya
adalah bagaimana PP yang akan dibentuk nanti dapat menampung keragaman aspirasi
masyarakat yang majemuk. Menjadi pertanyaan pula mengenai pengimplementasian
konsep otonomi yang ditetapkan nantinya di setiap penyelenggara pendidikan yang
sudah ada. Ketiganya penting dipertegas karena salah satu hal mendasar yang
mengakibatkan dibatalkannya UU BHP adalah karena dianggap UU tersebut tidak
menampung aspirasi dan keragaman masyarakat serta keberadaan badan hukum
penyelenggara yang sudah ada sebelum UU ini diundangkan.

Selain itu,keselarasan UU BHP dengan peraturan perundang- undangan lain menjadi
masalah utama. Keempat,peningkatan mutu pelayanan pendidikan secara prinsip
mencakup berbagai aspek penting seperti akuntabilitas, transparansi,
efektivitas, dan efisiensi, serta menghendaki adanya mutu yang berkelanjutan
(sustainable). Pertanyaannya adalah bagaimana PP ini nantinya mengatur
harmonisasi organ-organ yang ada di dalamnya dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional yang dicita-citakan? Terkait itu,hal yang digarisbawahi adalah mengenai
kejelasan kewenangan, pembiayaan, dan peran masyarakat atau stakeholders badan
hukum penyelenggara atau satuan pendidikan yang ada sehingga akan tercipta
peningkatan mutu pendidikan secara sustainable.

PP tersebut juga diharapkan menghindarkan intervensi pemerintah yang terlalu
jauh dalam kebebasan berorganisasi serta menjamin hak-hak warga negara dalam
memperoleh pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Di samping itu,guna menjamin
terciptanya peningkatan mutu pendidikan,perlu ada aturan yang jelas mengenai
peran masyarakat atau donatur pendidikan dalam memajukan pendidikan nasional.
Perlu diatur juga berapa besaran dana minimum yang wajib disediakan oleh lembaga
penyelenggara pendidikan dalam menampung masyarakat tidak mampu untuk memperoleh
pendidikan nasional yang bermutu dan berkualitas.

*** Beranjak dari paparan dan beberapa usulan pemikiran tersebut, hal yang tidak
kalah pentingnya terkait dengan penerapan konsep otonomi dalam pembangunan
pendidikan nasional.Sebaiknya dihindarkan penyeragaman kemampuan setiap
penyelenggara pendidikan nasional. Ini untuk menghindarkan kesenjangan yang
menganga antara perguruan tinggi swasta dan perguruan tinggi negeri.

Keragaman yang mencolok yang dapat timbul akibat pemberian otonomi itu sendiri
juga perlu diantisipasi. Hal-hal inilah yang perlu diperhitungkan secara matang
dan proporsional oleh pemerintah, khususnya mengenai penentuan biaya minimum
yang bersifat wajib dipenuhi berdasar pada standar minimum serta kemampuan yang
berbeda antardaerah atau masyarakat pengguna pendidikan itu sendiri.

Diharapkan dalam PP yang akan dibentuk nantinya, melalui penerapan otonomi pada
sistem pendidikan nasional, benar-benar dapat menampung aspirasi masyarakat
Indonesia yang majemuk serta menghindarkan biaya pendidikan mahal. Dengan
demikian akan dapat dibuktikan kepada masyarakat bahwa mutu pendidikan yang
berkualitas tidak selalu identik dengan biaya mahal.

Harapan itu dapat terwujud jika didukung dengan kebijakan yang jelas mengenai
peran perguruan tinggi,masyarakat pengguna pendidikan, serta lembaga swasta dan
pemerintahan yang saling bahumembahu memajukan pendidikan nasional menuju
terciptanya daya saing bangsa.Mudah-mudahan,dengan adanya komitmen bersama
demikian, kita akan sungguh-sungguh dapat mewujudkan paradigma build nation
build schools atau yang disebut gmemajukan bangsa melalui pendidikanh.(*)

Tidak ada komentar: