Selasa, 26 April 2011

Pola yang Harus Di Terapkan Di STPP ACEH



KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN
MODUL
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL
BAGI PENYULUH PERTANIAN

LEMBAR FASILITATOR
1. KELOMPOK JABATAN
Penyuluh Pertanian
2. JENIS DIKLAT 
Dasar Terampil
3. KELOMPOK MATERI
Penunjang
4. JUDUL MATA DIKLAT
Pendidikan Orang Dewasa
5. DESKRIPSI SINGKAT 
Mata diklat ini membahas tentang proses pembelajaran bagi orang dewasa yang meliputi hakikat dan pengertian pendidikan orang dewasa, prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, pendekatan dan metode pendidikan orang dewasa serta proses pembelajaran orang dewasa
6. POKOK BAHASAN
1. Pengertian POD
2. Prinsip-prinsip POD
3. Pengantaran pendekatan/metode POD
4. Proses belajar mengajar orang dewasa
7. KOMPETENSI DASAR
Agar peserta dapat menerapkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa dalam penyuluhan pertanian
8. INDIKATOR HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta dapat:
1. Menjelaskan dengan benar pengertian POD
2. Menjelaskan dengan benar prinsip-prinsip POD
3.Menerapkan pengantaran pendekatan/metode POD dengan benar
4. Menerapkan proses belajar mengajar orang dewasa dengan benar

CARA MENGGUNAKAN MODUL
LANGKAH KEGIATAN (UNTUK FASILITATOR)
NO
URAIAN KEGIATAN
WAKTU (MENIT)
1.Pendahuluan
Menyampaikan salam , perkenalan, judul mata diklat
Menguraikan tujuan, manfaat pembelajaran dan indikator hasil hasil belajar kepada peserta
Membagikan lembar tes awal
Mengumpulkan hasil tes awal
2. Penyajian isi pokok bahasan
2.1 Membagi peserta dalam kelompok kecil (5 – 6 orang)
2.2 Membimbing kelompok peserta dalam diskusi untuk merumuskan tentang : Pengertian POD, Prinsip-prinsip POD, Pengantaran pendekatan/metode POD, Proses belajar mengajar orang dewasa
2.3Memandu kelompok peserta dalam mempresentasikan rumusan hasil diskusi
2.4Menguraikan substansi materi, tanya jawab tentang esensi mata diklat dan pemberian motivasi pada peserta
Penutup Pembelajaran
3.1. Membuat kesimpulan dan rangkuman pembelajaran
3.2. Mendiskusikan penerapan pembelajaran dan menyampaikan salam penutup kepada peserta
3.3. Melakukan tes akhir

I.
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun non-formal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa yang notabene tidak menduduki bangku sekolah. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong bagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987).

b.
Deskripsi Singkat
Mata diklat ini membahas tentang proses pembelajaran bagi orang dewasa yang meliputi hakikat dan pengertian pendidikan orang dewasa, prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, pendekatan dan metode pendidikan orang dewasa serta proses pembelajaran orang dewasa
2
c.
Tujuan dan Manfaat
Agar peserta dapat menerapkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa dalam penyuluhan pertanian
d.
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata diklat ini peserta mampu menjelaskan prinsip-prinsip dan metode pembelajaran bagi orang dewasa serta menerapkan proses belajar mengajar orang dewasa dalam Penyuluhan Pertanian.
e.
Indikator Keberhasilan
Setelah menyelesaikan mata diklat ini, peserta dapat menganalisa :
1.
hakikat dan pengertian pendidikan orang dewasa,
2.
prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa
3.
pengantaran pendekatan/metode pendidikan orang dewasa
4.
proses belajar mengajar pada orang dewasa
f.
Metode Pembelajaran
1.
Ceramah
2.
Curah pendapat
3.
Diskusi
4.
Role play
g.
Materi Pokok
1.
Pengertian POD
2.
Prinsip-prinsip Mengajar Orang Dewasa
3.
Pengantaran pendekatan/Metode Pendidikan Orang Dewasa
4.
Proses belajar mengajar orang dewasa
3
II.
PENGERTIAN PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Indikator Keberhasilan : setelah mengikuti mata diklat ini peserta mampu menjelaskan dengan benar pengertian pendidikan orang dewasa
A.
PENGERTIAN POD
Malcolm S. Knowles (1970) memberikan suatu pengertian tentang pendidikan orang dewasa yaitu bahwa "pendidikan orang dewasa adalah pengetahuan dan teknik untuk membantu orang dewasa untuk belajar”. Pengertian ini sudah menunjukkan suatu bidang keilmuan yang mandiri dimana disebutkan, bahwa pendidikan orang dewasa adalah suatu ilmu. Karena hal ini menunjukkan suatu ilmu, maka bidang garapan pendidikan orang dewasa sangatlah luas. Walaupun demikian, dalam pengertian itu ditandaskan pula bahwa selain suatu ilmu, pendidikan orang dewasa adalah juga suatu teknik dalam membantu orang dewasa untuk belajar.
Lebih lanjut Knowles dalam bukunya "The Modern Practice of Adult Education" membedakan antara pedagogi dengan andragogi dalam proses belajar bagi anak-anak dan bagi orang dewasa. Andragogi dalam pengertian ini dirumuskan sebagai suatu seni dan ilmu dalam usaha membantu orang dewasa belajar.
Pengertian lain tentang pendidikan orang dewasa, dikemukakan pula oleh John D. Ingals tahun 1972 yang memberikan suatu batasan bahwa "pendidikan orang dewasa adalah suatu cara pendekatan dalam proses belajar orang dewasa". Rumusan ini lebih menekankan kepada teknik belajar bagi orang dewasa sehingga orang dewasa sanggup dan mau belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pedagogi sebagai seni dan ilmu mendidik anak dalam mentransmisikan sejumlah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan bertujuan agar anak-anak mempersiapkan dirinya dalam menghadapi hidup dan kehidupannya pada waktu yang akan datang. Semua pengetahuan dan keterampilan yang ditransmisikan oleh pendidik kepada anak didik didasarkan kepada suatu kemungkinan dan pertimbangan pendidik sendiri, bahwa semua yang dipelajarinya itu akan diperlukan dan digunakan dalam masa-masa yang akan datang.
4
Andragogi sebagai seni dan ilmu membimbing dan membantu orang dewasa belajar merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) sepanjang hayat terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk diketahui. Proses penemuan ini bukan hanya sekedar transmisi pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan kepada pertimbangan pendidik atau fasilitator, akan tetapi didasarkan kepada kepentingan peserta didik atau warga belajar sendiri. Warga belajar atau peserta didik (orang dewasa) sendirilah yang menentukan penting atau tidak pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang hendak dipelajarinya. Orang dewasa mempelajari sesuatu, karena adanya suatu kebutuhan yang ingin dia pelajari. Kebutuhan itulah yang menuntut orang dewasa belajar karena dengan pengetahuan baru dan keterampilan baru, masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan.
B.
Rangkuman
Tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun non-formal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa yang notabene tidak menduduki bangku sekolah. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain.
Bagi pendidik orang dewasa, memperhatikan asumsi andragogis sebagai landasan pertimbangan dalam melayani bimbingan dan pengarahannya terhadap interaksi proses belajar bagi peserta didiknya merupakan suatu keharusan untuk menentukan keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan kepada peserta didiknya dalam program pendidikan orang dewasa.
5
Latihan:
1.
Bentuk kelompok dengan anggota 5 – 6 orang peserta setiap keompok
2.
Diskusikan pengertian Pendidikan Orang Dewasa yang Saudara ketahui sebelumnya
3.
Presentasikan
6
III.
PRINSIP-PRINSIP POD
Indikator Keberhasilan : setelah mengikuti mata diklat ini peserta mampu menjelaskan dengan benar prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa
A.
Prinsip Pengajaran Orang Dewasa
Prinsip-prinsip pengajaran orang dewasa adalah asas yang harus dijadikan pegangan atau pedoman dalam praktek membimbing orang dewasa. Apakah pengajaran orang dewasa memerlukan tujuan yang jelas atau cukup dengan tujuan yang samar-samar saja? Apakah orang dewasa perlu berperan serta secara aktif dan kepadanya diberikan tanggung jawab atau cukuplah mereka berperan sebagal penerima yang pasif?
“Pendidikan” mempunyai banyak pengertian, tetapi secara umum diterima sebagai suatu perubahan perilaku. Tulisan ini dimaksudkan bukan untuk menganalisa teori yang ada dibalik Pendidikan Orang Dewasa, melainkan untuk memahami prinsip-prinsip Pendidikan Orang Dewasa (atau yang biasa disingkat POD) yang dapat diterima. Prinsip-prinsip yang disajikan di sini pada dasarnya sama dengan yang dikembangkan pada beberapa pelatihan yang menggunakan metode instruksional, tetapi satu hal yang membedakan adalah prinsip-prinsip POD lebih dikenal secara luas. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan training (pelatihan) dan pendidikan, dan biasanya diterapkan pada situasi kelas formal atau untuk sistem on the job training (magang). Tiap bentuk pelatihan sebaiknya memuat sebanyak mungkin 9 prinsip yang tersebut di bawah ini. Supaya kita mudah mengingatnya (9 prinsip tersebut), maka biasanya digunakn sistem jembatan keledai atau istilah asingnya mnemonic, yaitu RAMP 2 FAME.
R = Recency A = Appropriateness M = Motivation P = Primacy 2 = 2 – Way Communication F = Feedback A = Active Learning M = Multi – Sense Learning E = Excercise
7
Prinsip-prinsip ini dalam berbagai cara sangat penting, karena memungkinkan Anda (pelatih) untuk menyiapkan satu sessi secara tepat dan memadai, menyajikan sessi secara efektif dan efisien, juga memungkinkan anda melakukan evaluasi untuk sessi tersebut. Mari kita coba lihat ide-ide yang melatarbelakangi istilah RAMP 2 FAME. Penting untuk dicatat bahwa prinsip-prinsip ini tidak disajikan dalam satu urutan. Kedudukannya sama dalam satu kaitan antar hubungan.
R – RECENCY
Hukum dari Recency menunjukkan kepada kita bahwa sesuatu yang dipelajari atau diterima pada saat terakhir adalah yang paling diingat oleh peserta/ partisipan. Ini menunjukkan dua pengetian yang terpisah di dalam pendidikan. Pertama, berkaitan dengan isi (materi) pada akhir sessi dan kedua berkaitan dengan sesuatu yang “segar” dalam ingatan peserta. Pada aplikasi yang pertama, penting bagi pelatih untuk membuat ringkasan (summary) sesering mungkin dan yakin bahwa pesan-pesan kunci/inti selalu ditekankan lagi di akhir sessi. Pada aplikasi kedua, mengindikasikan kepada pelatih untuk membuat rencana kaji ulang (review) per bagian di setiap presentasinya.
Faktor-faktor untuk pertimbangan tentang recency

Usahakan agar tiap sessi yang diberikan berjangka waktu yang relatif pendek, tidak lebih dari 20 menit (jika itu memungkinkan).

Jika sessi lebih dari 20 menit, harus sering diringkas (direkap). Sessi yang lebih panjangsebaiknya dibagi-bagi ke dalam sessi-sessi yang lebih pendek dengan beberapa jeda sehingga anda dapat membuat ringkasan.

Akhir dari tiap sessi merupakan suatu yang penting. Buatlah ringkasan/rekap dari keseluruhan sessi dan beri penekanan pada pesan-pesan atau poin-poin kunci.
Upayakan agar peserta/partisipan tetap “sadar” kemana arah dan perkembangan dari belajar mereka
A : APPROPRIATENES (Kesesuaian)
Hukum dari appropriatenes atau kesesuaian mengatakan kepada kita bahwa secara keseluruhan, baik itu pelatihan, informasi, alat-alat bantu yang dipakai, studi kasus -
8
studi kasus, dan material-material lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta/partisipan. Peserta akan mudah kehilangan motivasi jika pelatih gagal dalam mengupayakan agar materi relevan dengan kebutuhan mereka. Selain itu, pelatih harus secara terus menerus memberi kesempatan kepada peserta untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara informasi-informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperolah peserta, sehingga kita dapat menghilangkan kekhawatiran tentang sesuatu yang masih samar atau tidak diketahui.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai appropriatness :

Pelatih harus secara jelas mengidentifikasi satu kebutuhan bagi peserta agar mengambil bagian dalam pelatihan. Dengan kebutuhan yang teridentifikasi, pelatih harus yakin bahwa sehala sesuatu yang berhubungan dengan sessi sesuai dengan kebutuhan tersebut.

Gunakan deskripsi, contoh-contoh atau ilustrasi-ilustrasi yang akrab (familiar) dengan peserta.
M: MOTIVATION (motivasi)
Hukum dari motivasi mengatakan kepada kita bahwa pastisipan/peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap untuk belajar, dan harus punya alasan untuk belajar. Pelatih menemukan bahwa jika peserta mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar atau rasa keinginan untuk berhasil, dia akan lebih baik dibanding yang lainnya dalam belajar. Pertama-tama karena motivasi dapat menciptakan lingkungan (atmosphere) belajar menjadi menye-nangkan. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian (appropriateness) tersebut dan mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara pasti akan kehilangan motivasi peserta.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai motivasi:

Material harus bermakna dan berharga bagi peserta, tidak hanya bagi pelatih

Yang harus termotivasi bukan hanya peserta tetapi juga pelatih itu sendiri. Sebab jika pelatih tidak termotivasi, pelatihan mungkin akan tidak menarik dan bahkan tidak mencapai tujuan yang diinginkan.
9

Seperti yang disebutkan dalam hukum kesesuaian (appropriateness), pelatih suatu ketika perlu mengidentifikasi satu kebutuhan kenapa peserta datang ke pelatihan. Pelatih biasanya dapat menciptakan motivasi dengan mengatakan bahwa sessi ini dapat memenuhi kebutuhan peserta.

Bergeraklah dari sisi tahu ke tidak tahu. Awali sessi dengan hal-hal atau poin-poin yang sudah akrab atau familiar bagi peserta. Secara perlahan-lahan bangun dan hubungkan poin-poin bersama sehingga setiap tahu kemana arah mereka di dalam proses pelatihan.
P : PRIMACY (menarik perhatian di awal sessi)
Hukum dari primacy mengatakan kepada kita bahwa hal-hal yang pertama bagi peserta biasanya dipelajari dengan baik, demikian pula dengan kesan pertama atau serangkaian informasi yang diperoleh dari pelatih betul-betul sangat penting. Untuk alasan ini, ada praktek yang bagus yaitu dengan memasukkan seluruh poin-poin kunci pada permulaan sessi. Selama sessi berjalan, poin-poin kunci berkembang dan juga informasi-informasi lain yang berkaitan. Hal yang termasuk dalam hukum primacy adalah fakta bahwa pada saat peserta ditunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, mereka harus ditunjukkan cara yang benar di awalnya. Alasan untuk ini adalah bahwa kadang-kadang sangat sulit untuk “tidak mengajari” peserta pada saat mereka membuat kesalahan di permulaan latihan.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai primacy:

Sekali lagi, upayakan sessi-sessi diberikan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Sebaiknya sekitar 20 menit seperti yang disarankan dalam hukum recency.

Permulaan sessi anda akan sangat penting. Seperti yang anda ketahui bahwa sebagian banyak peserta akan mendengarkan, dan oleh karena itu buatlah semenarik mungkin dan beri muatan informasi-informasi penting ke dalamnya.

Usahakan agar peserta selalu “sadar” arah dan perkembangan dari belajarnya.

Yakinkan peserta akan memperoleh hal-hal yang tepat pada saat anda pertama kali meminta mereka melakukan sesuatu
10
2 : 2- WAY COMMUNICATION (Komunikasi 2 arah)
Hukum dari 2-way-communication atau komunikasi 2 arah secara jelas menekankan bahwa proses pelatihan meliputi komunikasi dengan peserta, bukan pada mereka. Berbagai bentuk penyajian sebaiknya menggunakan prinsip komunikasi 2 arah atau timbal balik. Ini tidak harus bermakna bahwa seluruh sessi harus berbentuk diskusi, tetapi yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara pelatih/fasilitator dan peserta/partisipan.
Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai 2-way communication:

Bahasa tubuh anda juga berkaitan dengan komunikasi 2 arah: anda harus merasa yakin bahwa itu tidak bertentangan dengan apa yang anda katakan.

Rencana sessi anda sebaiknya memiliki interaksi dengan siapa itu dirancang, yaitu tak lain adalah peserta.
F: FEEDBACK (Umpan Balik)
Hukum dari feedback atau umpan balik menunjukkan kepada kita, baik fasilitator dan peserta membutuhkan informasi satu sama lain. Fasilitator perlu mengetahui bahwa peserta mengikuti dan tetap menaruh perhatian pada apa yang disampaikan, dan sebaliknya peserta juga membutuhkan umpan balik sesuai dengan penampilan/kinerja mereka.
Penguatan juga membutuhkan umpan balik. Jika kita menghargai peserta (penguatan yang positif) untuk melakukan hal-hal yang tepat, kita mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar agar mereka mengubah perilakunya seperti yang kita kehendaki. Waspada juga bahwa terlalu banyak penguatan negatif mungkin akan menjauhkan kita memperoleh respon yang kita harapakan.
Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai feedback:

Peserta harus diuji (dites) secara berkala untuk umpan balik bagi fasilitator

Pada saat peserta dites, mereka harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka sesegera mungkin.

Tes bisa juga meliputi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan fasilitator secara berkala mengenai kondisi kelompok
11

Semua umpan balik tidak harus berupa yang positif, seperti yang dipercaya banyak orang. Umpan balik positif hanya setengah dari itu dan hampir tidak bermanfaat tanpa adanya umpan balik negatif

Pada saat peserta berbuat atau berkata benar (misal menjawab pertanyaan), sebut atau umumkan itu (di hadapan kelompok/peserta lain jika itu mungkin).

Persiapkan penyajian anda sehingga ada penguatan positif yang terbangun di awal sessi.

Perhatikan betul-betul peserta yang memberi umpan balik positif (berbuat betul) sama halnya kepada mereka yang memberi umpan balik negatif (melakukan kesalahan).
A : ACTIVE LEARNING (Belajar Aktif)
Hukum dari active learning menunjukkan kepada kita bahwa peserta belajar lebih giat jika mereka secara aktif terlibat dalam proses pelatihan. Ingatkah satu peribahasa yang mengatakan “Belajar Sambil Bekerja” ? Ini penting dalam pelatihan orang dewasa. Jika anda ingin memerintahkan kepada peserta agar menulis laporan, jangan hanya memberitahu mereka bagaimana itu harus dibuat tetapi berikan kesempatan agar mereka melakukannya. Keuntungan lain dari ini adalah orang dewasa umumnya tidak terbiasa duduk seharian penuh di ruangan kelas, oleh karena itu prinsip belajar aktif ini akan membantu mereka supaya tidak jenuh.
Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai active learning:

Gunakan latihan-latihan atau praktek selama memberikan instruksi

Gunakan banyak pertanyaan selama memberikan instruksi

Sebuah kuis cepat dapat digunakan supaya peserta tetap aktif

Jika memungkinkan, biarkan peserta melakukan apa yang ada dalam instruksi
Jika peserta dibiarkan duduk dalam jangka waktu lama tanpa berpartisipasi atau diberi pertanyaan-pertanyaan, kemungkinan mereka akan mengantuk /kehilangan perhatian.
12
M : MULTIPLE -SENSE LEARNING
Hukum dari multi- sense learning mengatakan bahwa belajar akan jauh lebih efektif jika partisipan menggunakan lebih dari satu dari kelima inderanya. Jika anda memberitahu trainee mengenai satu tipe baru sandwich mereka mungkin akan mengingatnya. Jika anda membiarkan mereka menyentuh, mencium dan merasakannya dengan baik, tak ada jalan bagi mereka untuk melupakannya. Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai multiple-sense learning:

Jika anda memberitahu/mengatakan sesuatu kepada peserta, cobalah untuk menunjukkannya dengan baik

Gunakan sebanyak mungkin indera peserta jika itu perlu sebagai sarana belajar mereka, tetapi jangan sampai lupa sasaran yang ingin dicapai

Ketika menggunakan multiple-sense learning, anda harus yakin bahwa tidak sulit bagi kelompok untuk mendengarnyaa, melihat dan menyentuh apapun yang anda inginkan.
Saya dengar dan saya lupa Saya lihat dan saya ingat Saya lakukan dan saya paham (Confusius, 450 SM)
E. EXERCISE (Latihan)
Hukum dari latihan mengindikasikan bahwa sesuatu yang diulang-ulang adalah yang paling diingat. Dengan membuat peserta melakukan latihan atau mengulang informasi yang diberikan, kita dapat meningkatkan kemungkinan mereka semakin mampu mengingat informasi yang sudah diberikan. Yang terbaik adalah jika pelatih menambah latihan atau mengulangi pelajaran dengan mengulang informasi dalam berbagai cara yang berbeda. Mungkin pelatih dapat membicarakan mengenai suatu proses baru, lalu menunjukkan diagram/overhead, menunjukkan produk yang sudah jadi dan akhirnya minta kepada peserta untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Latihan juga menyangkut intensitas. Hukum dari latihan juga mengacu pada pengulangan yang berarti atau belajar ulang.
13
Faktor-faktor untuk pertimbangan dalam exercise:

Semakin sering trainee mengulang sesuatu, semakin mereka mengingat informasi yang diberikan

Dengan memberikan pertanyaan berulang-ulang kita meningkatkan latihan

Peserta harus mengulang latihannya sendiri, tetapi mencatat tidak termasuk di dalamnya

Ringkaslah sesering mungkin karena ini bentuk lain dari latihan. Buatlah selalu ringkasan saat menyimpulkan sessi

Buat peserta selalu ingat secara berkala apa yang telah sidajikan sedemikian jauh dalam presentasi

Sering disebutkan bahwa tanpa beberapa bentuk latihan, peserta akan melupakan 1/4 dari yang mereka pelajari dalam 6 jam, 1/3 dalam 24 jam, dan sekitar 9 % dalam 6 minggu.
b.
Rangkuman
Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa merupakan bagian pokok dalam pendidikan orang dewasa. Beberapa prinsip pengajaran orang dewasa adalah sebagat berikut: R = Recency,A = Appropriateness, M = Motivation, P = Primacy, 2 = 2 – Way Communication, F = Feedback, A = Active Learning, M = Multi – Sense Learning, dan E = Excercise. Prinsip-prinsip ini dalam berbagai cara sangat penting, karena memungkinkan pelatih untuk menyiapkan satu sessi secara tepat dan memadai, menyajikan sessi secara efektif dan efisien, juga memungkinkan pelatih dalam melakukan evaluasi untuk sessi tersebut.
Latihan:
1.
Sebutkan prinsip-prinsip POD yang anda ketahui ! Jelaskan !
2.
Dari prinsip-prinsip POD yang ada, adakah prinsip-prinsip yang manakah yang telah saudara lakukan di lapangan ? Sebutkan dan jelaskan !
14
IV. PENDEKATAN PENGATARAN/METODE POD
Indikator Keberhasilan : setelah mengikuti mata diklat ini peserta mampu menjelaskan dengan benar pendekatan pengantaran pengajaran orang dewasa
Beberapa prinsip pengantaran pengajaran orang dewasa adalah sebagat berikut:
a)
Peserta didik hendaknya mengerti dan menyetujui terhadap tujuan suatu kegiatan pendidikan (kursus). Diskusi informasi pada pertemuan pertama akan dapat membantu memberikan suatu gambaran umum mengenai apa yang menjadi tujuan adanya suatu program pendidikan. Hal ini dipandang perlu agar para peserta dapat bekerja secara efisien dalam mencapai tujuan.
b)
Peserta didik hendaknya mau untuk belajar. Setiap peserta didik diduga mau untuk belajar dengan hadirnya di dalam suatu pertemuan. Walaupun demikian, fasilitator perlu juga mendorong peserta didik untuk mau belajar sejalan dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan memberikan silmulasi serta memberikan pengertian yang lebih jelas yang dilakukan oleh fasilitator.
c)
Menciptakan situasi yang bersahabat dan tidak formal. Adanya suatu interaksi di antara peserta-didik merupakan hal yang sangat penting yang harus diciptakan oleh fasilitator agar terciptanya saling pengertian, saling menerima, saling hormat menghormati di antara peserta-didik.. Fasilitator hendaknya membantu para peserta untuk saling kenal mengenal serta mencoba menggali minat dan pengalaman dari setiap, peserta-didik. Apabila hal ini dapat diciptakan, maka proses belajar tidak akan mengalami hambatan yang bersifat psikologis.
d)
Penataan ruangan hendaknya menyenangkan para peserta perlu diperhatikan pula keadaan penataan ruang yang berkenaan dengan tempat atau letak kursi, meja, papan tulis dan alat-alat bantu belajar lainnya sehingga senang dipandang enak digunakan. Penataan ini memungkinkan setiap peserta didik dapat saling pandang satu sama lain. Demikian pula keadaan temperatur ruangan tidak terlalu dingin atau panas serta menjauhkan diri dan suasana gaduh yang mengganggu. Demikian pula hal penerangan.
e)
Peserta didik hendaknya berperan serta mempunyai tanggung jawab terhadap jalannya proses belajar. Cara yang paling balk untuk belajar ialah bekerja. Seseorang yang mengerjakan sesuatu atau mengatakan sesuatu menurut gaya bahasanya sendiri, hal ini menunjukkan bahwa dia 15
sebenarnya ingin belajar lebih banyak lagi, apabila dia merasa ikut bertanggung jawab terhadap proses pendidikan yang sedang dilakukannya. Bijaksana sekali apabila fasilitator lebih banyak menyerahkan keputusan yang dibuat oleh kelompok. Mengatur kelompok lebih luas lagi akan menghasilkan pengalaman belajar yang lebih baik serta tidak banyak ketergantungan kepada fasilitator. Peran serta yang aktif dan rasa tanggung jawab, diantara peserta akan menumbuhkan rasa senang untuk berlangsungnya proses belajar.
f)
Belajar itu hendaknya erat hubungannya dengan pengalaman peserta-didik. Penyampaian pemikiran dan pengetahuan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pengalaman peserta-didik agar hal itu dapat dimengertl dan berguna. Seorang dewasa biasanya belajar dengan menghubungkan pengalaman yang telah lalu, dihubungkan dengan hal yang belum diketahui dan yang telah diketahuinya. Pengalaman peserta-didik yang hadir dalam sistim belajar itu akan memperkaya pengetahuan kita. Pengalaman yang berbeda itu akan memberikan keuntungan bagi pengalaman orang lain.
g)
Fasilitator hendaknya mengenal benar akan materi pembelajarannya. Fasilitator hendaknya mengenal dan memiliki pengetahuan yang luas terhadap bidang yang diajarkannya. Fasilitator hendaknya tahu betul sumber-sumber buku mana yang dapat dijadikan bahan bacaan untuk memperluas pengetahuan tentang hal yang dibicarakan.
h)
Perhatikanlah kesungguhan dan ketekunan dalam mengajar. Gelora semangat dalam mengajar akan menularkan kesungguhan bagi anak didik. Semangat atau antusiasme merupakan suatu motivasi yang paling baik untuk belajar. Semangat belajar yang diperlihatkan oleh fasilitator akan berpengaruh pula kepada terciptanya semangat belajar para peserta didik.
i)
Peserta-didik hendaknya dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya. Setiap orang akan berbeda dalam hal pengalaman pendidikan, pembawaan, minat dan kemampuannya. Oleh karena itu, bagi peserta-didik yang cepat sebaiknya diberikan suatu tugas yang dapat dikerjakannya sendiri. Bagi peserta-didik yang lamban hendaknya tidak perlu disesuaikan dengan peserta didik yang belajar lebih cepat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dirinya.
j)
Peserta didik hendaknya sadar akan kemajuan dirinya dan memiliki rasa kepuasan. Setiap peserta-didik yang memasuki suatu 16
program kegiatan pendidikan tentu mempunyai suatu tujuan tertentu. Apabila minat belajarnya itu untuk memelihara hal yang telah dia miliki, maka perlulah memiliki perasaan lebih maju dalam mencapai tujuannya itu. Sangat bijaksana apabila pendidik (guru) merencanakan dalam proses belajarnya itu untuk melaksanakan demonstrasi, pertunjukan, wawancara pribadi, dan lain sebagainya yang dapat dijadikan alat pengukur kreatifitas peserta-didik. Berikanlah pujian karena hal ini merupakan stimulasi belajar yang baik dan pada memberikan suatu hukuman.
k)
Gunakan metode belajar yang bervariasi
Di dalam suatu situasi belajar tertentu, sebenarnya guru dapat mempergunakan metode belajar tertentu yang tepat untuk digunakan. Misalnya tentang masalah perubahan, di samping dikuliahkan, sebaiknya dilengkapi dengan pertujukan film, pembeberan flip-chart atau membawanya langsung ke lapangan. Seorang guru yang baik tentu saja secara terampil dapat mempergunakan alat bantu belajar sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan yang dikehendaki oleh para peserta didik. Hal ini tentu saja akan menimbulkan dan membantu terciptanya minat. Menstimulasi keterlibatan serta menghargai adanya perbedaan individual peserta didik.
l) Fasilitator hendaknya merasa turut tumbuh dalam proses belajar mengajar. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan oleh setiap pendidik dengan pengalaman mengajarkan itu hendaknya memberikan suatu kesempatan untuk adanya perkembangan dirinya di dalam proses belajar. Pendidikan yang mengikatkan dirinya di dalam proses belajar bersama peserta didik akan lebih banyak menstimulasi peserta didik, jika dibandingkan dengan pendidikan yang hanya sekedar menyampalkan apa-apa yang ingin dia sampaikan kepada peserta didik, ini merupakan suatu kekuatan yang menentukan juga, dalam menciptakan situasi belajar pada kelompok dan sikap dari peserta didik.
m) Proses pembelajaran hendaknya memiliki rencana yang fleksibel. Hal ini dapat membantu guru dan peserta didik terhadap hendak kemana dan apa yang hendak dikerjakan secara jelas, didasarkan pada tujuan bersama yang telah disetujui bersama pula. Perencanaan hendaknya berkesinambungan antara suatu topik dengan topik pembicaraan lainnya. Ego-involvement adalah suatu kondisi yang merasa terikat erat dengan suatu kegiatan bersama, terikat dengan minat tujuan, serta nilai-nilai
17
bersama untuk dipertahankan bersama.
B. Peranan dan fungsi pendidik orang dewasa
(1) Siapakah sebenarnya "pendidik orang dewasa" itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini maka batasan sebagai pendidik orang dewasa dapatlah disimpulkan; yaitu setiap orang yang bertanggung jawab dalam membantu orang dewasa untuk belajar.
Oleh karena itu, maka pendidik orang dewasa sangatlah luas meliputi:

pimpinan suatu program, pimpinan pendidikan, pimpinan diskusi dan' organisasi sukarela untuk pria dan wanita, organisasi pelayanan sosial, perkumpulan orang tua murid, kumpulan profesi, civic club, perkumpulan buruh, perkumpulan perdagangan, kelompok tani, pimpinan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Pelaksana, training officers, supervisor, mandor pada perusahaan pemerintah dan badan sosial.

Guru, administrator, pemimpin kelompok masyarakat, dan sebagainya. Direktur program, penulis media seperti koran, radio, televisi dan majalah. Tenaga yang terlatih khusus dalam bidang kegiatan pendidikan orang dewasa sebagai tempat pengembangan kariernya.
(2) Apa yang dikerjakan oleh para. pendidik orang dewasa?
Fungsi pendidik orang dewasa yang langsung berhubungan dengan orang dewasa, adalah:
1)
membantu mendiagnosis kebutuhan (the diagnostic function);
2)
merencanakan sesuatu hal yang ingin dipelajarinya selaras dengan pengalamannya (the planning function);
3)
menciptakan kondisi agar dewasa mau belajar (the motivational function);
4)
menyeleksi metode dan teknik yang paling efektif dijalankan agar menghasilkan sesuatu yang produktif (the methodological function);
5)
mempersiapkan tenaga dan bahan-bahan yang dapat menghasilkan sesuatu yang dapat menghasilkan sesuatu yang dikehendaki untuk dipelajari (the evaluative function),
6)
membantu anak didik mengukur hasil pengalaman belajar (the evaluative function).
(3) Apa yang menjadi misi pendidik orang dewasa?
Pertama adalah menjalankan kegiatan pendidikan agar berhasil bagi laki-
18
laki dan wanita agar menjadi matang (mature) yaitu sejumlah peserta yang belajar secara antusias.
Dapatlah kiranya dibedakan menjadi tiga hal kebutuhan dan keinginan yang berhubungan dengan misi ini, yaitu kebutuhan dan tujuan:
1)
individu;
2)
institusi / lembaga; dan
3)
masyarakat.
Rangkuman
Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa merupakan bagian pokok dalam pendidikan orang dewasa. Beberapa prinsip pengajaran orang dewasa adalah sebagat berikut: a) Peserta didik hendaknya mengerti dan menyetujui terhadap tujuan suatu kegiatan pendidikan/kursus, b) Peserta didik hendaknya mau untuk belajar, c) Menciptakan situasi yang bersahabat dan tidak formal, d) Penataan ruangan hendaknya menyenangkan para peserta, e) Peserta didik hendaknya berperan serta mempunyai tanggung jawab terhadap jalannya proses belajar, f) Belajar itu hendaknya erat hubungannya dengan pengalaman peserta-didik, g) Fasilitator hendaknya mengenal benar akan materi pembelajarannya, h) Perhatikanlah kesungguhan dan ketekunan dalam mengajar, i) Peserta-didik hendaknya dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya, j) Peserta didik hendaknya sadar akan kemajuan dirinya dan memiliki rasa kepuasan, k) Gunakan metode belajar yang bervariasi, l) Fasilitator hendaknya merasa turut tumbuh dalam proses belajar mengajar. m) Pendidikan hendaknya memiliki rencana yang fleksibel dalam proses belajar mengajar.
Latihan:
1.
Sebutkan pendekatan pengantaran/metode pendidikan orang dewasa yang anda ketahui !
2.
Tuliskan beberapa pendekatan pengantaran/metode pendidikan orang dewasa yang telah Saudara laksanakan dalam kegiatan kelompoktani di wilayah kerja Saudara !
19
VI.
PROSES BELAJAR MENGAJAR ORANG DEWASA
Indikator Keberhasilan : setelah mengikuti mata diklat ini peserta mampu menjelaskan dengan benar proses belajar mengajar orang dewasa
1.
Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa
Seorang fasilitator ketika memfasilitasi dalam kelas, tidak seperti guru yang serba tahu dan subjek dalam proses pembelajaran, sedangkan murid-muridnya layaknya seperti orang bisu yang hanya bisa mendengar dan menjadi obyek dalam proses pembelajaran, dan terkadang terjadi pemaksaan keinginan berdasarkan keinginan guru dalam memberikan bahan belajaran berdasarkan keinginan guru yang terpaket dalam paket kurikulum. Guru lazimnya dikenal dalam istilah pendidikan formal sedangkan fasiltator dikenal dalam pelatihan dengan menggunakan metode andragogi.
Oleh karena itu dalam memproses interaksi belajar dalam pelatihan orang dewasa kegiatan dan peranan fasilitator bukanlah memindahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta pelatihan. Peranan dan fungsi fasilitator adalah mendorong dan melibatkan seluruh peserta dalam proses interaksi belajar mandiri, yaitu proses belajar untuk memahami permasalahan nyata yang dihadapinya, memahami kebutuhan belajarnya sendiri, dapat merumuskan tujuan belajar, dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajarnya sesuai dengan perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Dengan begitu maka tugas dan peranan fasilitator bukanlah memaksakan program atau kurikulum dari atas, dari instansi, dari dinas, yang mereka buat di atas meja terlepas dari kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi.
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan altematif-altematif untuk mengembangkan kepribadian mereka.
Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan
20
yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadiriya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dan benar atau salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhimya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak akan pemah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling herbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadiriya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan pisis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan 21
terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai altematif kebebasan mengemukakan ide/ gagasan dapat diciptakan.
Dalam hal lainnya, tidak dapat dipungkiri bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi wama yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dan belajar.
Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
2.
Pengaruh Penurunan Faktor Fisik Orang Dewasa dalam Belajar
Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara perubahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut 22
Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Vemer dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1.
Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai hergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh fahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2.
Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan penggunaan bahan dan alat pendidikan.
3.
Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya1 maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4.
Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras untuk alat-alat peraga.
5.
Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dan orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dan orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
6.
Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan 23
suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
1.
Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong untuk mencari pengetahuan yang lebih tinggi.
2.
Setiap individu orang dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan keperluan pribadinya.
3.
Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini dikarenakan belajar hanya diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedang perubahan perilaku saja tidak cukup, kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa yang luhur yang harus dipelihara, di samping metode berpikir tradisional yang sukar diubah.
4.
Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik dan khusus serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk memperlajari dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang untuk mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih efeklif.
5.
Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.
6.
Pengembangan intelektualitas seseorang melalui suatu proses pengalaman secara bertahap dapat diperluas. Pemaksimalan hasil belajaran dapat dicapai apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya.
Di satu sisi, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi. Artinya penerimaan ilmu tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik menentukan secara jauh mengenai
24
materi pengetahuan dan keterampilan yang akan disajikan. Mereka mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling efisien untuk menyampaikan unit-unit dan materi tersebut, misalnya ceramah, membaca, pekerjaan laboratorium, film, mendengar kaset dan lain-lain. Selanjutnya mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan unit-unit isi ini dalam suatu bentuk urutan.
Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan secara jauh satu perangkat prosedur untuk melibatkan siswa, untuk selanjutnya dalam prosesnya melibatkan elemen-elemen sebagai berikut:
(a) menciptakan iklim yang mendukung belajar,
(b) menciptakan mekanisme untuk perencanaan bersama,
(c) diagnosis kehutuhan-kebutuhan belajar,
(d) merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar,
(e) merencanakan pola pengalaman belajar,
(f) melakukan pengalaman helajar ini dengan teknik-teknik dan materi yang memadai,
(g) mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosa kembali kebutuhan-kebutuhan belajar.
3.
Langkah-langkah Pokok dalam Proses Pembelajaran Orang Dewasa
Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek dalam proses pembelajaran kegiatan pelatihan dalam hal ini penyuluhan pertanian, maka perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:
1. Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif
Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:
a. Pengaturan Lingkungan Fisik
Pengaturan lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman mungkin:

Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang dewasa
25

Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa

Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi social
b. Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologis
Iklim psikologis hendaknya merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai dan didukung.

Fasilitator lebih bersifat membantu dan mendukung
��
Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai melalui kegiatan
��
Bina Suasana dan berbagai permainan yang sesuai

Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk menyatakan pendapat tanpa rasa takut.

Mengembangkan semangat kebersamaan

Menghindari adanya pengarahan dari "pejabat-pejabat" pemerintah

Menyusun kontrak belajar yang disepakati bersama
2.
Diagnosis Kebutuhan Belajar
Dalam andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh warga belajar atau peserta pelatihan di dalam suatu proses melakukan diagnosis kebutuhan belajarnya:

Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena dampak langsung atas kegiatan itu

Membangun dan mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan

Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan

Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu
3. Proses Perencanaan
Dalam perencanaan pelatihan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan pelatihan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan:
26

Libatkan peserta untuk menyusun rencana pelatihan, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan lain-lain

Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut pelatihan tersebut

Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi pelatihan.

Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait siapa melakukan apa dan kapan.
4. Memformulasikan Tujuan
Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas.
5. Mengembangkan Model Umum
Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pelatihan dimana harus disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan dan penetapan waktu yang sesuai.
6. Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran
Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Materi pelatihan atau pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta pelatihan

Materi pelatihan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis

Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta

Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat partisipatif.
7. Peranan Evaluasi
Pendekatan evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan
27
tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni:

Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran / pelatihan

Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta pelatihan itu sendiri (Self Evaluation)

Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan

Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat.

Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pelatihan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program

Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku.
D. Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor
Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan "pemaksa" untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.
28
Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu :
(1) Bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri,
(2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas,
(3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan
(4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.
Rangkuman
Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara perubahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun).
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan altematif-altematif untuk mengembangkan kepribadian mereka.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang 29
memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan
Latihan:
1.
Bentuk kelompok (masing-masing 6 orang)
2.
Diskusikan bagaimana kondisi belajar orang dewasa, bagaimana seharusnya seorang fasilitator dalam berinteraksi dengan para peserta latihan dan sebutkan faktor-faktor yang menghambat dan mendorong keberhasilan orang dewasa dalam belajar !
3.
Presentasikan dan buat laporan
30
PENUTUP
Tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun non-formal, namun demikian, masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa.
Bagi pendidik orang dewasa, memperhatikan asumsi andragogis sebagai landasan pertimbangan dalam melayani bimbingan dan pengarahannya terhadap interaksi proses belajar bagi peserta didiknya merupakan suatu keharusan untuk menentukan keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan kepada peserta didiknya dalam program pendidikan orang dewasa.
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan altematif-altematif untuk mengembangkan kepribadian mereka.
Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali sebuah program memerlukan gabungan beberapa metoda untuk menciptakan efektivitas tertinggi. Namun demikian pada prinsipnya, metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus : (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bergevin, Paul, Morris. D, Smith, RM., 1966. Adult Education Procedures. TheSeabury Press New York.
Garis-Garis Besur Haitian Negara, 1983 (TAP No. IIIMPIZ/1983) Universitas Indonesia Press Jakarta.
Ingals, John D. 1973. A Y'rainer Guide to Andragogi, Washington DC: US Depertement of Health, Education and Walture.
Kartono, Kartini. (1992 ). Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukan?. Bandung: Mandar Maju.
Knowless, Malcom, 1977. The Modern Practice of Adult Education Association Press New York.
Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.
Napitulu, WP. 1975. Prinsip-Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Proyek Pengembangan Pendidikan Masyarakat (P3M). Jakarta.
PENMAS, 1975. Proyek Pengembangan Pendidikan Masyarakat (P3M). Jakarta
Santoro S Hamijoyo, 1957. Pendidikan Masyarakat 1. Ganeca. Bandung.
Sugarda Purbakawaca, 1972. Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka. Gunung Agung. Jakarta.
Suyatna Besar Atmaja, 1977. Pendidikan Masyarakat, Pribadina, bandung.
Suyatna Besar Atmaja 1984. Pengantar Andragogi, Jurusan PLS FIP Bandung.
Smith, Robert M. George F. Aker and J.R. idd, 1970. Handbook of Adult Education. Macmillan Publising Co., Inc., New York.
Tartib Prawirodihardjo, 1962- Comunity Education Indonesian. Paper: Jakarta.
32
33
SOAL PRE TEST DAN POST TEST DIKLAT DASAR TRAMPIL
1.
Jelaskan perbedaan pengertian antara pedagogi dan andragogi
2.
Mengajar diartikan pula sebagai seni mendidik orang lain, mengapa disebut sebagai seni ? jelaskan !
3.
Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa itu penting, mengapa demikian ? Jelaskan !
4.
Peserta didik hendaknya mengerti dan menyetujui tujuan kegiatan pendidikan, apa maksud prinsip ini ? Jelaskan !
5.
Jelaskan dan berikan contoh salah satu metode pembelajaran orang dewasa !

Tidak ada komentar: